14 March 2008

AKTIVIS GENDER PUNYA SELERA


Pria Punya Selera mengongkosi Peringatan Hari Perempuan Internasional. Begitulah anggapan saya sewaktu memasuki Pelataran Bahari Pantai Losari. Di sisi Anjungan Pantai Losari seluas 9.980 M2, puluhan panji-panji salah satu perusahaan rokok terkenal menyambut setiap orang yang masuk. Sangat lucu karena hari ini, Hari Raya Perempuan, sementara umbul-umbul warna merah itu tertulis “Gudang Garam Internasional”, mengepung area kegiatan. Pria punya selera seolah menjadi slogan acara perempuan pada 8 Maret 2008.

“Ibu-ibu, mohon agar tidak mengisi tempat duduk yang dicap VVIP atau VIP, karena kursi itu buat para tamu khusus” kata seorang panitia menegur peserta yang berani duduk di tenda utama. Karena banyaknya perempuan yang “tak diundang” memenuhi tenda utama yang diperuntukkan untuk pejabat, aktivis perempuan dan tamu penting lainnya.

Memangnya ibu-ibu ini bukan tamu? Atau mungkin mereka hanya dijadikan pelengkap acara Peringatan Womens Day 2008 agar terlihat meriah. Mereka dibiarkan tersengat matahari karena mereka bukan undangan.

Matahari mulai sangar dan sangat menyengat kulit. Ribuan perempuan dari berbagai penjuru kota tumpah ruah. Dari gaya pakaian peserta, rata-rata berasal dari kelas menengah ke bawah. Adapun perempuan yang penampilannya agak modis, berkacamata hitam dan mengenakan rok payung bermotif batik atau bunga, bisa dipastikan mereka adalah panitia atau penggiat LSM perempuan.

Berkisar 15 menit, sebuah kendaraan bernomor polisi DD 1 WK beserta rombongan berhenti di depan pelataran. Penumpang mobil itu disambut panitia dan langsung digiring ke tempat para ibu yang terusir tadi. Kedatangan Walikota, Sekretaris Menteri Negara Pendayagunaan Perempuan, dan perwakilan OXFAM GB Makassar, menyebabkan panitia menggusur tempat ibu-ibu itu.

Ada pemandangan aneh yang saya lihat di tenda utama. Para aktivis perempuan dan pejabat teras yang berada di tenda utama merasa kepanasan. Mengipasi badan mereka dan mengeluh panasnya matahari di anjungan senilai 35 milyar. Sementara perempuan yang bukan siapa-siapa harus rela menjemur diri bersama anaknya demi mengikuti acara sampai selesai.

Menjelang makan siang, ada keanehan lagi yang menggelitik. Untuk mendapatkan jatah makan siang, namanya harus tercatat. Bagi yang tidak memiliki undangan atau tak tercatat namanya kemungkinan tidak mendapatkan dos makanan. Jadi, dalam satu tenda ada yang kebagian, adapula yang tidak. Terkecuali tenda utama. Apa lagi yang duduk di kursi berlabel VVIP atau VIP.

Acara yang digelar OXFAM GB Kantor Sulawesi, Forum Pemerhati Masalah Perempuan (FPMP), JARI Celebes Raya, FIK Ornop Sul-sel, dan Pemkot Makassar, menghadirkan selebritis wanita Indonesia. Artis yang membintangi film Arisan dan Berbagi suami, Jajang C. Noer. Saat itu ia didaulat memimpin lagu Indonesia Raya. Turut pula Nurul Qomaril Arifin, tokoh perempuan sekaligus pemain film.


Nurul Arifin, artis yang menjelma menjadi aktivis AIDS, Narkoba dan persamaan hak bagi perempuan belum terlihat di lokasi kegiatan. Padahal acara sudah berlangsung sekira sejam lebih. Menurut salah seorang panitia, dia masih berada di hotel dan belum ke lokasi karena terik matahari. Tokoh Kirana dalam film Nagabonar ini, rencananya akan membawakan materi “refleksi isu/tema dalam peringatan hari perempuan”.

Sementara ribuan “ibu biasa” sudah berada di lokasi mulai pagi hari, sangat antusias mengikuti acara. Perempuan-perempuan ini begitu bersemangat meneriakkan “hidup perempuan…hidup bangsa Indonesia!”. Matahari tak membuat ibu-ibu meninggalkan acara. Bagi yang tak tahan panas, berdesakan di tenda gerai pameran dan tenda untuk undangan Non VIP mungkin tak jadi masalah.

Ternyata aktivis wanita jualah yang memisahkan diri dari perempuan yang mereka suarakan. Para aktivis wanita terlihat elit dan menciptakan kelas sendiri dalam aksi kesetaraan gender ini. Persamaan yang mereka perjuangkan selama ini tertentang jelas melalui kelas undangan seperti VVIP, VIP, biasa, dan sekadar pengunjung.

Kegiatan ini sebenarnya bertujuan menggugah kesadaran perempuan atas pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraaan masyarakat. Padahal di lokasi acara sendiri terjadi sikap diskriminatif berdasarkan undangan.


“Kehadiran ibu-ibu di sini membuktikan perlawanan kita terhadap perilaku diskriminasi mayarakat kita”. Kata seorang panitia mengawali acara. Tetapi secara tidak langsung, sikap para pejabat dan aktivis wanita yang berada di tenda utama telah mencerminkan pembedaan golongan atas terhadap kaum bawah. Bukan antara pria dan wanita.

Sehari Dunia Perempuan

Perayaan Hari Perempuan Sedunia pertama kali dirayakan pada tanggal 19 Maret 1911 di Austria, Denmark, Swiss dan Jerman. Pada hari itu, jutaan perempuan turun ke jalan menuntut persamaan hak, diberi hak pilih, dan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan. Enam hari setelah aksi ini, kebakaran besar terjadi di New York. Perusahaan tekstil terbesar Triangle Shirtwaist Factory terbakar, dan menewaskan 146 pekerjanya. Kejadian ini sangat mempengaruhi peraturan perburuhan dan dikecam selama Hari Perempuan tahun-tahun berikutnya.

“Perbaiki pelayanan publik dan penuhi kebutuhan dasar perempuan”, menjadi isu pokok menyambut 100 tahun kebangkitan nasional perempuan di Indonesia. Terutama mengenai masalah kematian ibu dan hak politik. Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan tertinggi di ASEAN. “Kebanyakan mereka meninggal karena terlambat mendapatkan pertolongan medis” kata Koensatwanto Inpasihardjo dalam sambutannya. Ia juga mengkritik pemerintah kota makassar atas kematian Basse yang sedang hamil. “Dalam setiap jam 2 orang ibu meninggal karena melahirkan dan diare” tambah Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan. Mungkin saja Daeng Basse bisa selamat, seandainya mendapat pertolongan lebih cepat.

Namun Pak Walikota membantah kejadian itu. “Pemerintah kota telah memperlihatkan keseriusannya dalam peningkatan derajat kesehatan ibu, anak, serta seluruh masyarakat.” sanggah suami Hj. Aliyah Mustika dalam sambutannya.

Pementasan teater UKM eSA UIN Alauddin membuka acara. Pergelaran yang mengisahkan bagaimana pembedaan pelayanan terhadap perempuan di berbagai tempat. Dominasi pria di kantor pemerintahan maupun swasta menjadi tema pertunjukan ini.

Kasus meninggalnya ibu hamil bersama seorang anaknya baru-baru ini tak luput dari pementasan. UKM eSA UIN memvisualisasikan melalui seorang wanita hamil, mengenakan daster motif bunga dan terlentang kaku di depan Walikota yang duduk bersama pembesar provinsi. Lalu seorang wanita lainnya menutupi mayat wanita hamil itu dengan kain kafan.

Walikota duduk di deretan paling depan. Berhadapan langsung dengan panggung pertunjukan. Panggung berada tepat di depan tugu PANTAI LOSARI. Selat Makassar menjadi latar panggung.

Saat pementasan berlangsung, Ilham Arif Siradjuddin asyik memencet tombol ponselnya, mungkin SMS-an. Kadang keasyikan itu disela percakapan dengan istrinya. Terkesan acuh dengan suguhan para aktor. Sesekali dia menengok jam yang berada di pergelangan tangan kirinya. Ia jarang sekali menoleh ke pentas teater.

Belum selesai aktor-aktor melakonkan diskriminasi perempuan. Seorang pengemis pria datang tertatih, kulit berwarna coklat, menenteng tas kain lusuh, lalu bersila di sampingku. Jaraknya berkisar 2 meter dari panggung. Menaruh penongkat kakinya di sisi kanan. Dia bukan aktor dalam pertunjukan, tetapi pengemis sungguhan. Dia terus menadahkan tangan pada orang-orang yang melintas di dekatnya, termasuk kaum hawa. Pria layuh ini membiarkan dirinya terbakar terik matahari.

Karena dipandang mengusik Perayaan Upaya Perempuan dalam Pengentasan Kemiskinan dan Tata Pemerintahan yang Baik, petugas Satpol Pamong Praja mengentas pengemis pria ini dari tempat acara. Bendera Pria Punya Selera masih melambai diterpa angin sepoi Pantai Losari menanti Rally Wisata 2008 HIPMI berakhir.

Posted by muhammad mubarak aziz malinggi' at 14.3.08